menjaga keharmonisan dan melindungi anak keluarga PMI untuk mewujudkan
tercapainya ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Dimana PMI adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi syarat untuk bekerja di luar negeri, yang sedang atau telah bekerja di luar negeri yang perlu mendapat pembinaan oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Sementara pemberdayaan ekonomi adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ekonomi keluarga PMI sehingga mereka dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan dapat hidup mandiri serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan perlindungan anak adalah upaya untuk menjamin dan melindungi hak-hak anak
agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan, dst.
Dengan itu KemenPPPA bersama Tanoker Ledokombo mengadakan Focus Group Discussion (FGD) “Refleksi Peran dan Capaian Pelaksanaan Kebijakan Bina Keluarga Pekerja Migran Indonesia di Kabupaten Jember Propinsi Jawa Timur” pada 13/08/24 di auditorium DP3AKB Jember. Dengan tujuan refleksi dan menghimpun masukan serta menguatkan rumusan kebijakan ke depan.
Diawali sambutan dari Farha Ciciek, Direktur Tanoker, yang mengapresiasi kehadiran peserta untuk mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama: Indonesia Raya yang berkeadilan sosial, Indonesia Raya yang adil dan beradab. Diapun berterimakasih kepada Ir. Prijadi Santosa, Asdep Perlindungan Hak Perempuan Pekerja & TPPO KPPPA atas dukungan dan kepercayaannya, serta pada Purwahyudi Sekdin DP3AKB, dan OPD, Kepala Desa Sumberlesung, perwakilan desa Sumbersalak, Kepala Desa Harjomulyo dan Karangharjo, Lembaga Masyarakat, Forum Anak Desa dan Media yang telah mendampingi masyarakat dan anak muda dalam berproses untuk mewujudkan apa yang menjadi harapan bersama.
Farha Ciciek memberitahukan bahwa beberapa bulan yang lalu, tepatnya 26/06/24, kita sudah kumpul bersama, berikhtiar bersama dalam Bimtek BKPMI di hotel Fortuna Grande, dan saat ini akan melakukan rencana tindak lanjut dan evaluasi, memungut khidmat yang sudah dicapai dan berusaha untuk menghadapi tantangan dan mencari solusi.
Memetik satu kata pepatah: “Kau adalah aku yang lain”, Farha Ciciek menjelaskan bahwa jika kita bicara tentang kau, maka itu adalah juga bicara tentang aku, mengarah pada konteks pengasuhan gotong royong, hikmah yang diterima dari perjalanan para ibu, para bapak di Dusun Paluombo, Desa Sumbersalak, Kec. Ledokombo. Dengan slogannya “Anakku anakmu anak kita bersama”, Sekolah Bokebok dan Sekolah Pakbapak bergerak bersama pemerintah ditingkat Dusun dengan dampingan dari pemerintah Desa. Di Sumberlesung ada Perdes yang dihadirkan untuk mewujudkan desa yang damai dimana keluarga menjadi sesuatu yang sangat didukung, sebagaimana Aisiyah mengatakan “Keluarga Sakinah” dan Muslimat menyebutnya “Keluarga Maslahah”. Bersama organisasi berbasis masyarakat SITI atau Sistem deteksi dini yang bekerja mendorong perubahan dengan tanpa mengacuhkan kelompok-kelompok tertentu, termasuk kelompok pekerja migran dan keluarganya. “Dan dari desa Sumbersalak, Sumberlesung, Karangharjo dan Harjomulyo, kita belajar bersama untuk menghantarkan ikhtiar yang diwujudkan dalam tulisan”, pungkasnya.
Purwahyudi, Sekdin P3AKB Jember membuka sambutannya dengan pantun;
“ke jember naik kereta api, dijemput pakek kendaraan, selamat datang pak asdep di jember kota inovasi, masyarakatnya selalu tersenyum yang akan memberikan kenangan”.
Dia berharap Asdep tidak ragu melaksanakan kegiatan di Jember, dan bersyukur Jember dijadikan tempat kegiatan Kementrian PPPA. “Kami dan masyarakat akan berjuang menunjukkan pada dunia bahwa akan tiba saatnya Kabupaten Jember menjadi Kabupaten Layak Anak, kami harus berjuang dan ini perlu dukungan dari anda semua, karena saat ini kita Nindiya, semoga yang selanjutnya Utama dan yang kami harapkan sebenarnya kita mewujudkan Kabupaten Layak Anak bukan hanya secara penghargaan akan tetapi sesuai dengan fakta di lapangan”, terangnya. Dia mengatakan PR masih banyak, kita punya OPTD dimana kasus pada perempuan dan anak trennya sedang naik ditahun 2024. Namun hal baiknya adalah masyarakat sudah berani melaporkan kasus kekerasan, dimana mayoritas korbannya adalah perempuan, maka itu yang harus jadi perhatian pada Forum Group Discussion ini untuk merefleksi peran dan capaian bersama. Pada pekerja migran masalah ekonomi adalah yang paling dasar, maka dari itu kita mengharap kepala desa untuk membuat program dan memberikan perhatian kepada masyarakatnya. Perempuan harus pintar, harus berdaya, tidak ada yang tidak sekolah, karena putus sekolah memunculkan kasus perkawinan anak. Hampir 50% lebih anak yang mengajukan Diska itu perempuan yang sekolahnya masih lulus SD. Ini sangat menyedihkan karena mereka belum punya perencanaan. Ada berbagai faktor diantaranya ada yang hamil duluan karena direncanakan yakni karena pernikahan sirri dan yang tidak direncanakan karena dipaksa. Kalau kita tidak bijak, anak-anak kita akan dewasa sebelum waktunya. Bagaimana pola asuh khususnya bagi orang tua yang bekerja di luar negeri dan akhirnya anaknya diasuh oleh neneknya atau ayahnya, kemudian muncul problem-problem baru seperti kurangnya perhatian kepada anak, dan ada masalah perceraian.
Harapan melalui forum ini kita peduli dan bisa menghasilkan formula yang akan dijadikan bahan pengambilan kebijakan di tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten, Propinsi bahkan hingga Nasional.
Purwahyudi berharap kerja kolaboratif ini tetap terjaga, dengan diinisiasi oleh Tanoker yang merupakan aset Jember, aset Nasional, yang mempunyai kegiatan-kegiatan yang bisa dicontoh, menjadi inspirasi dalam rangka bagaimana kita harus peduli kepada masyarakat sekitar kita, khususnya kepada perempuan dan anak, lebih-lebih kepada keluarga pekerja migran.
Dan dia menutup sambutannya dengan pantun, “pergi ke pasar beli buku dan kuaci, pulangnya mampir ke rumah bu Cici, ayo semua pihak peduli keluarga pmi, agar mereka bisa bahagia dan merasa terlindungi”.
Prijadi Santosa, Asdep PHPP dan TPPO KPPPA, memperkenalkan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Peduli Anak. Kenapa ada yang namanya perempuan dan anak. Kita tahu usia 0-18 tahun disebut anak, usia di atas itu disebut perempuan dewasa. Kedudukan laki-laki dan perempuan itu 50 : 50, 50 koma sekian persen adalah laki-laki dan 49 koma sekian persen adalah perempuan. Jadi yang diurus oleh KPPPA itu besar, maka dari itu diperlukan kolaborasi oleh semua dan kita sambut baik upaya-upaya seperti ini.
Kita berharap Kota Layak Anak, sebenarnya tidak hanya Layak Anak tapi ada APE (Anugerah Parahita Ekapraya) dan sekarang diubah menjadi PPE (Penganugerahan Parahita Ekapraya) yang itu penganugerahan kepada kabupaten yang peduli kepada perempuan dan untuk anaknya adalah Kabupaten Layak Anak (KLA).
Selanjutnya kita bicara perlindungan pekerja migran, yang disebutkan tadi adalah faktor ekonomi memang paling utama, sebenarnya itu seperti benang kusut dimana ekonomi dipengaruhi oleh pendidikan dan pengetahuan. Karena tingkat pendidikan yang tidak bisa bersaing di tingkat desa hingga kabupaten atau bahkan nasional, maka mereka lari ke luar negeri yang tanpa perlu ijazah, dengan modal nekat kemudian diurus dan mereka bisa berangkat. Kemudian meninggalkan anaknya, yang akhirnya nanti anaknya diasuh oleh siapa. Tahun 2045 Indonesia Emas, tahun itu kita menjadi negara yang maju dan berdaya saing, tapi kalo keluarga yang ditinggalkan tadi tidak diasuh dengan baik, haknya tidak dipenuhi, bagaimana kita bisa menuju Indonesia Emas. Maka dari itu kita harus berkolaborasi seperti apa yang dilakukan oleh Tanoker. Tanoker ini sudah bergerak meskipun tanpa disupport oleh negara. Gerakan seperti Tanoker harus disupport oleh OPD dan juga pemerintah Desa. Bagaimana pemerintah Desa harus melindungi warganya, anaknya diopeni begitu juga pekerja migrannya harus diperhatikan, mulai berangkat sampai pulang. Karena ada banyak pekerja migran yang meninggal tidak diterima oleh desa karena alamatnya tidak jelas atau palsu artinya mereka berangkat tanpa berkas atau melalui prosedur yang legal.
Berbicara tentang keluarga migran, keluarganya itu harus diperhatikan karena ada 3 masalah utama, pertama masalah ekonomi, dimana mereka belanja yang tidak produktif sehingga ketiak pulang ke Indonesia tidak ada tabungan, kemudian anak-anaknya tidak mendapat pengasuhan yang layak, dan yang ketiga adalah kerentanan dari pasangan suami istri, karena ditinggal lama dan jauh sehingga bisa berujung perceraian, perselingkuhan dan lain-lain. Inilah yang harus kita tangani, bagaimana kita harus memperhatikan keluarganya, khususnya anaknya, dari segi pendidikan baik secara formal maupun non formal.
Kemudian yang harus dipikirkan dan kerjakan adalah pekerja migran itu sendiri mulai dari berangkat semua harus saling tahu, perangkat desa harus mengecek kelengkapan dan keaslian dokumennya, juga harus mengawal hingga sampai keluar negeri, jangan sampai dokumen-dokumen itu berubah. Ketika sudah waktunya pulang, tapi PMI itu tidak pulang berarti harus dipertanyakan. Itu Desa harus peduli.
Menutup sambutannya dia berharap nanti laporannya berbentuk rekomendasi miniatur seperti pengasuhan gotong royong di Jember akan yang akan diterapkan di wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Suprihandoko, Kadisnaker Jember, yang datang kemudian, mengapresiasi Tanoker yang menginisiasi pertemuan (FGD) ini. Juga mengomentari apa yang disampaikan oleh Asdep bahwa apa yang kita lakukan, yang Tanoker lakukan akan diadopsi untuk Indonesia sebagai suatu yang luar biasa.
“Jember dua kali sudah Nindiya, harapannya jadi Utama, mungkin nanti secara khusus Asdep akan memberi resep apa kira-kira yang harus dilakukan agar Jember bisa segera mencapai Utama bahkan Layak Anak”, pintanya.
Dia menyampaikan di Kabupaten Jember sudah lumayan ada percepatan. Melalui Disnaker, untuk pekerja anak yang terlapor dan hasil deteksi kami sudah 0%. Kemudian yang kedua terkait perempuan, kami sedang menyusun rancangan Perda perlindungan terhadap pekerja migran dan keluarganya, tahun ini sudah masuk di Bapedda dan akan dibahas oleh DPRD yang baru. Kami disupport oleh Tanoker dalam mitigasi dan assesmen terhadap para buruh migran dan keluarganya.
Dinas Tenaga Kerja memfasilitasi calon pekerja migran kalaupun masih ada yang betul-betul ingin menjadi PMI akan difasilitasi 0 rupiah, jadi tidak perlu hutang sana sini, menggadaikan sawah, motor dan menjual sapi. Disnaker bekerjasama dengan perbankan yang cukup handal, juga dengan Forum Komunikasi Jejaring Pemagangan (FKJP), dengan HILLSI (Himpunan Lembaga Pelatihan Seluruh Indonesia) yang mana setiap akan memberangkatkan PMI pasti yang ditanya bukan soal identitas, ijazah, biaya, adminduk melainkan knowledge yang dimiliki, apakah bahasanya sudah bisa, attitud, negara tujuan, kemudian life skill bidang pekerjaan yang akan dituju. Dengan memastikan 4 kompetensi itu dimiliki maka nanti pasti direkomendasikan untuk mendapat pembiayaan dari perbankan yang sudah bekerja sama dengan Disnaker dan HILLSI. Dan pastikan setiap yang mau berangkat menjadi PMI memiliki sertifikat BNSP, jadi tidak asal pindah sana sini dan asal diberangkatkan oleh penyelundup. Disnaker setiap hari menangani PMI ilegal yang dideportasi, bahkan ada yang pulang dalam keadaan menangis karena tidak memiliki uang sama sekali karena tidak mendapat gaji. Ini tidak bisa secara serta merta, karena antara yang kepingin menyesatkan, mencari keuntungan disela-sela ketidaktahuan masyarakat ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan fasilitas yang disiapkan. Oleh karena itu ketika ada yang mau berangkat harus dipastikan semua dokumen lengkap, kejelasan pendampingnya, keempat kompetensi tadi dimiliki, maka baru diproses. Dan apabila masih terjadi pemberangkatan yang tidak sesuai prosedur dan menimbulkan kekacauan di luar negeri, baik itu dideportasi dan lain sebagainya, Disnaker tetap siap untuk melaksanakan upaya-upaya pemulangan.
Dia mengatakan tahun ini Disnaker sudah berhasil memulangkan beberapa PMI yang memiliki kasus, yang terbaru adalah penanganan PMI di Arab Saudi yang dituduh membunuh majikannya.
Di akhir tahun 2023 Disnaker melakukan upaya untuk komunikasi dan edukasi kepada seluruh stakeholder, mulai dari Kepala Desa, Camat, para Kiyai, Ustad, perangkat Desa, BPD dan lain sebagainya untuk mengedukasi bagaimana perjalanan luar negeri sesuai dengan prosedur yang dilakukan oleh Kementerian Tenaga Kerja. Disnaker siap memfasilitasi apabila masyarakat minta dilatih knowledge, skill, atttitud, tentang satu bidang, baik untuk yang lokal, antar daerah maupun antar negara.
Ada sedikit pergeseran dalam konsep pemikirannya, ketika sebelumnya dia menjadi KadisP3AKB kunci dari kestabilan nasional adalah keluarga, tapi ketika menjadi Kadisnaker ternyata ada tambahan satu kunci baru yaitu setiap keluarga harus punya penghasilan dan pekerjaan, karena ketika hamil atau menyusui kemudian putus hubungan kerja, itu sangat berisiko.
Nurhadi dan Zaka yang memandu jalannya FGD ini memfokuskan dua hal yakni keluarga dan anak. Yang keluarga terkait dengan kesejahteraan keluarga dan anak terkait dengan pengasuhan anak. Bagaimana kesejahteraan keluarga ini akan berdampak pada pengasuhan yang lebih baik dan kolaboratif.
Untuk memperdalam pembahasan keduanya membagi peserta menjadi lima kelompok/disko sesuai bidang dan wilayah. Dimana Disko 1 terdiri dari Disnaker, DP3AKB, Dinsos, Kemenag, UPTD P3A, Disdik, Inspektorat Daerah, Bappeda, Disdukcapil, Dinkes, DPMD, Puspa J Berlian, Forjes, Migrant care, LBH Jentera. Disko 2 Kades Sumberlesung, PSGA UIN Khas, FAD Karangharjo, Tim SITI Sumberlesung, Sekolah Eyang, Stapa Centre, Staf desa Sumberlesung, PC Muslimat Jember. Disko 3 Kades Sumbersalak, TP PKK desa Sumbersalak, TP PKK Kabupaten, Sekola Bokebok Sekola Pakbapak, Camat Ledokombo, Staf desa Sumbersalak, Radar Jember, Gusdurian Jember. Disko 4 Kades Harjomulyo, SBMI cabang Jember, FAD Sukogidrih, IPNU cabang Jember, Aisiyah Jember, Tim SITI Sumberketempah, Rumah Baca Kiai Jabbar, FAD Harjomulyo, PSGA Unmuh, Komunitas Kompas Harjomulyo. Disko 5 Kades Karangharjo, FAD Lembengan, Rumah Pintar, PSG UNEJ, PC Fatayat Jember, Camat Silo, AJI.
Dari diskusi yang berlangsung peserta kemudian memaparkan masing masing hasilnya, yang mana itu akan dirangkum dan diformulasi sebagai output FGD untuk masukan kebijakan bina keluarga dan rekomendasi pada kementerian.
0 Komentar