Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget



Siklus Berulang KDRT dan Dampaknya pada Perempuan


GPPJEMBER.COM
- Kekerasan terjadi dalam berbagai bentuk, namun mayoritas korbannya adalah perempuan. Baik itu kekerasan verbal, psikis, hingga seksual. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Indonesia menjelaskan definisi kekerasan terhadap perempuan (KTP) merupakan segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau kecenderungan mengakibatkan kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun psikologis teradap perempuan. Baik itu dewasa, remaja, maupun anak.

Jika melihat data, beragam kasus KTP terus saja ada. Dari ranah domestik (privat) hingga negara. Berdasarkan Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan, jumlah KTP pada 2020 sebanyak 8.234 kasus. 79 persen atau 6.480 kasus dari total tersebut adalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Sedangkan 21 persen di ranah publik dan 0,1 persen di ranah negara. Data itu menunjukkan bahwa KTP di ranah domestiklah yang paling tinggi.

Di Jember sendiri, catatan KTP juga cukup tinggi. Bahkan tiap tahunnya cenderung naik. Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Jember mencatat beragam kasus KTP yang sudah ditangani. Pada 2020 total sebanyak 44 kasus. Pada 2021 sebanyak 95 kasus. Kemudian naik lagi per Oktober 2022 sebanyak 109 kasus. Jika dibedah, jumlah kekerasan fisik (KF) berturut-turut dari 6 kasus naik pada 2021 sebanyak 16 dan 2022 sebanyak 14 kasus. Kekerasan psikis (KP) yang tercatat sebanyak 28 kasus, menurun di 2021 sebanyak 5 dan naik drastis pada 2022 sebanyak 62 kasus. Itulah data yang berhasil dikumpulkan. Perlu diingat bahwa angka itu adalah jumlah yang berhasil terdata dari laporan masuk. Diduga masih sangat banyak kasus yang belum terungkap, atau belum dilaporkan sehingga belum tercatat secara resmi oleh DP3AKB Kabupaten Jember.

KDRT bagaikan fenomena gunung es, tampak kecil dan rendah di permukaan tapi sangat besar dan tinggi yang tersembunyi di bawah permukaan. Masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa KDRT adalah urusan privat yang siapapun tidak boleh campur tangan di dalamnya. Padahal negara sudah membuat regulasi bahwa jika KDRT terjadi, bukan hanya menjadi masalah rumah tangga. Publik bahkan negara harus hadir untuk ikut menanganinya. Siapapun yang mengetahuinya, perlu segera mengambil tindakan untuk meyelamatkan dan memberikan perlindungan kepada korban yang dalam hal ini mayoritas adalah perempuan (istri).

Psikolog LP3M Universitas Muhammadiyah Jember Nuraini Kusumaningtyas, M.Psi.,  mengungkapkan bahwa KDRT adalah perilaku kekerasan yang menimbulkan kesakitan maupun ancaman baik yang menimbulkan dampak secara fisik, psikis, ekonomi, maupun reproduksi kepada pasangan. Relasi kuasa antara suami istri yang timpang dan tidak sehat menjadi akar masalah terjadinya kasus KDRT. Pihak yang merasa superior secara fisik maupun ekonomi atau yang lain merasa bisa memperlakukan pasangannya sesuka hati. Pasangannya dijadikan sebagai obyek pemuas bukan sebagai partner yang setara.

Bentuk dan dampak yang ditimbulkan oleh KDRT bukan hanya fisik. Ibu Nuraini Kusumaningtyas, M.Psi, seorang Psikolog yang juga merupakan owner sekaligus pemberi layanan psikologi di Rumah Kecil Jember menyebutkan bahwa, KDRT yang terjadi bisa berdampak pada psikis hingga biologis perempuan. Secara psikis dampak yang ditimbulkan cukup dalam, ada trauma yang menyertai. Korban merasa tertekan, apalagi ketika pelaku kekerasan adalah seorang yang dianggap sebagai pasangan yang dicintai dan diharapkan bisa melindunginya.

Korban KDRT adalah dia yang haknya dirampas. Respons diri menghadapi KDRT tidak sama pada masing-masing perempuan. Perempuan korban KDRT menghadapi situasi yang berat, akhirnya menimbulkan stress. Sejalan dengan hal itu, fungsi repoduksi juga akan ikut terganggu. Singkatnya adalah terjadinya gangguan hormonal dalam tubuh perempuan. Yang kemudian bisa berpengaruh pada siklus menstruasi dan kesehatan reproduksi lainnya. Bahkan psikosomatis juga bisa dialami. Jadi kita perlu saling membantu agar KDRT bisa dicegah dan ditanggulangi sejak awal. (Mega Silvia

Posting Komentar

0 Komentar