Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget



Pentingnya Perempuan Menyimpan Sendiri Buku Nikah Istri


GPPJEMBER.COM - Pasangan laki-laki dan perempuan yang menikah secara Islam dan dicatatkan secara resmi di KUA (Kantor Urusan Agama) sudah sah menjadi pasangan suami istri di hadapan hukum negara. 
Perkawinan secara Islam yang tidak dicatatkan di KUA tidak mempunyai dasar hukum negara, sehingga tidak sah secara hukum negara.

Di dalam Islam dikenal istilah kawin siri, perkawinan yang sudah sah secara agama namun tidak dicatatkan di KUA. Perkawinan siri sudah memenuhi syarat dan rukun kawin secara agama Islam namun belum sah secara hukum negara.

Konsekwensi dari perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA atau tidak sah secara hukum negara  (antara lain kawin siri), jika pasangan tersebut memiliki anak maka nama ayah tidak bisa dicantumkan pada akta lahir anak. Status anak secara hukum sama dengan anak yang lahir diluar perkawinan. Anak di luar perkawinan tidak secara otomatis berhak atas harta waris dari ayahnya, namun perlu pengakuan dulu dari kedua orang tuanya. Resiko selanjutnya, perkawinan yang tidak sah secara hukum negara tidak mengenal harta gono-gini atau harta yang diperoleh dalam masa perkawinan.

Setiap pasangan yang mencatatkan perkawinannya di KUA akan mendapat sepasang buku nikah. Buku nikah terdiri dari dua buku, yaitu buku nikah berwarna merah untuk suami dan buku nikah berwarna hijau untuk istri. Sedangkan isi dari buku nikah untuk suami dan istri adalah sama persis. Di dalam buku nikah tercantum KUA tempat menikah, nama suami dan istri, serta biodata suami dan biodata istri yang dilengkapi foto suami dan istri di setiap bukunya.

Buku nikah suami sebaiknya disimpan oleh suami, demikian juga buku nikah istri harus dipegang dan disimpan oleh istri, karena memang itu sudah menjadi hak masing-masing. Hal ini juga bisa menunjukkan bahwa suami dan istri mempunyai hak yang setara, tidak ada dominasi atau kekuasaan satu atas yang lainnya. 

Pengalaman kami di Gerakan Peduli Perempuan (GPP) Jember dalam mendampingi perempuan korban KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) melalui LBH Jentera Perempuan Indonesia, banyak perempuan tidak mempunyai akses terhadap buku nikahnya sendiri. Kedua buku nikah dalam penguasaan suami. Hal ini tidak dibenarkan secara hukum. Buku nikah istri adalah hak penuh seorang istri.

Banyak kasus perempuan korban KDRT kesulitan saat akan mengajukan gugatan cerai di PA (Pengadilan Agama) karena tidak punya akses terhadap buku nikahnya sendiri. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu syarat pengajuan gugat cerai adalah dengan melampirkan buku nikah.
Dalam beberapa kasus, kedua buku nikah disimpan dan disembunyikan oleh suami. Tujuannya agar istri kesulitan mengajukan gugat cerai walaupun sering dipukuli, tidak dinafkahi, diselingkuhi, diperdagangkan, dll. Ada juga alasan penyembunyian buku nikah istri oleh suami agar istri tidak mengajukan gugat cerai karena suami ingin menguasai harta gono-gini. 

Kaum perempuan harap memperhatikan baik-baik, bahwa buku nikah istri adalah hak sepenuhnya istri dan harus dipegang dan disimpan sendiri oleh istri. Itulah pentingnya suami istri saling menghormati hak masing-masing, dimulai dengan penguasaan atas buku nikah yang setara. 

Penting perempuan memahami dan memperjuangkan hak-haknya untuk kebaikan dirinya dan keluarganya. Karena hak asasi perempuan tetap melekat pada dirinya, tidak bisa hilang karena status perkawinannya. (Sri Sulistiyani)


Posting Komentar

1 Komentar

  1. Kebanyakan memang demikian, suami egois selalu bersikap begitu, mmg tidak semua tapi kebanyakn

    BalasHapus